Oleh ABDAN SYAKURO
AKHLAK (moral) merupakan objek dakwah para nabi yang berlangsung terus-menerus sejak zaman Nabi Adam as hingga Nabi Muhammad saw. Para nabi itu mendapat tugas yang sama dari Allah SWT., yaitu menegakkan akidah tauhid (keesaan Allah) dan ketinggian akhlak (akhlaqul karimah). Nabi Muhammad saw. memproklamasikan, "Saya diutus untuk memperbaiki akhlak."
Antara akidah tauhid dan akhlaqul karimah terdapat pertalian tak terpisahkan. Jika tauhid menipis, akhlak ikut menipis. Begitu pula jika akhlak merosot, tauhid ikut pula merosot. Kekuatan tauhid tunjang menunjang dengan kekuatan akhlak.
Tauhid dan akhlak manusia pada satu saat menguat. Kemudian sedikit demi sedikit mengalami degradasi. Jika tauhid dan akhlak sudah mencapai titik terendah, Allah mengutus nabi atau rasul untuk memperbaki tauhid dan akhlak umat yang merosot itu.
Hingga tibalah saat pengutusan Nabi Muhammad saw., untuk mengubah umat manusia yang ketika itu sedang berada pada masa jahiliyah, masa kebodohan. Bodoh bukan arti tidak dapat tulis baca, zaman batu, zaman prasejarah (zaman yang menurut Islam sebetulnya tidak pernah ada), melainkan zaman kekacauan akidah dan akhlak.
Umat manusia di jazirah Arab (kaum Quraisy), di Rumawi, di Persia, pada waktu itu bergelimang kemewahan duniawi. Mereka membanggakan emas, permata, sutra, makanan berlimpah. Akan tetapi, mereka tak punya akhlak. Segala harta benda itu digunakan untuk memuaskan hawa nafsu membunuh, seks, dan lain-lain. Perang antarsuku dan antarbangsa akibat soal sepele, dibudayakan.
Dakwah Nabi saw., di bidang akidah dan akhlak antara lain:
1) Menyembah Allah Yang Maha Esa. Melarang penyembahan berhala, benda, pangkat, jabatan, dll. Semua orang harus berserah diri semata-mata kepada Allah Yang Maha Esa (Dainunah lillahi wahdah)
2) Tidak boleh membunuh tanpa hak, meminum minuman keras, berzina, mencuri, menipu, membangga-banggakan darah, dan keturunan. Realisasi dakwah Nabi saw., melalui praktik ibadah ritual (salat, zakat, saum, haji) dan solidaritas sosial (muamalah) yang dipandu oleh kekuatan akidah, ketekukan ibadah, dan ketinggian akhlak.
Fenomena kemerosotan akhlak, antara lain memasuki abad industri, disambung dengan abad globalisasi, fenomena kemerosotan akhlak mulai menggejala. Indikasinya, pembunuhan, perzinaan, pencurian, minuman keras, mulai merebak di mana-mana.
Hadis Nabi riwayat Imam Bukhari, zaman semakin dekat, amal kebaikan makin sedikit, yang kikir makin banyak, dan pembunuhan merajalela. Fenomena ini bersumber dari suatu sikap manusia, yaitu tidak mau syukur nikmat alias kufur nikmat atau al-asyir.
Hadis riwayat Imam Baihaqi menyebutkan akan menimpa kepada umatku, penyakit segala umat (daul umamu). Para sahabat bertanya, "Apa itu ya Rasulullah?" Rasulullah menjawab, "Al-asyir (kufrun nikmat). Disusul, oleh dampak-dampak negatif lainnya, yaitu al-bator (berbuat seenak perut), at-takatsur (menumpuk harta kekayaan), at-tanafus (persaingan tak sehat), at-tabagud (saling membenci), at-tahasud (saling dengki), al-baghyu (lacut, zalim), al-haraj (saling bunuh)."
Penyakit kufur nikmat itu, menurut Ibnu Khaldun (1342-1406), dalam kitab Mukaddimah Bab 3 Pasal 12, tumbuh dari kemewahan hidup yang tak terkendali. Kata Ibnu Khaldun, setelah manusia mengetahui kebudayaan menetap (membentuk negara dan bangsa), kemewahan mulai datang kepada mereka.
Setelah mencicipi kemewahan, mereka mulai membutuhkan banyak hal dan melupakan banyak hal lain. Terutama meliputi tiga kebutuhan, yakni 1) Kebutuhan produksi untuk memenuhi hasrat konsumsi. Pertanian yang semula menjadi mata pencaharian pokok dianggap lamban, diganti dengan industri. Maka, lahan pertanian berubah menjadi lahan industri dengan segala dampak akibatnya (limbah, persaingan kerja, PHK, dll.).
2) Kebutuhan rekreasi, lahan-lahan subur penghasil tanaman pangan, selain diubah menjadi sentra industri, diubah pula menjadi taman-taman bunga, tempat-tempat peristirahatan, dll.
3) Kebutuhan modal, pajak dinaikkan. Terbukalah peluang korupsi dan kolusi serta penindasan dari aparat yang merasa kuat terhadap rakyat yang dianggap lemah.
Ketiga kebutuhan tersebut hanya sebagian kecil dapat dipenuhi upaya-upaya dalam negeri. Untuk lebih meningkatkan pemenuhan kebutuhan, dijalinlah hubungan luar negeri. Mulailah pinjam modal dan penyerapan tenaga ahli asing. Pihak asing tentu saja menentukan syarat-syarat yang mengikat. Akibat lebih jauh, pemerintah lebih percaya kepada orang asing daripada kepada sesama bangsa sendiri.
Fenomena yang digambarkan Ibnu Khaldun 500 tahun yang lalu terbukti sekarang. Kewajiban umat Islam dalam menangani fenomena kemerosotan akhlak adalah 1) Berani melakukan amar ma'ruf nahi munkar atau berdiam diri. Sabda Rasulullah, "Pilihlah! Apakah kamu akan melakukan amar ma'ruf nahi munkar atau Allah akan menjadikan orang-orang jahat menguasaimu. Jika sudah demikian, baru pemimpin-pemimpinmu berdoa, dan doanya tidak didengar oleh Allah."
Sabdanya yang lain, "SYAHID paling utama dari umatku, ialah seorang yang tegak di hadapan penguasa zalim dan menyuruhnya berbuat baik serta mencegah munkar."
2) Tidak boleh berputus asa. Manusia telah dimuliakan oleh Allah, mendapat rezeki, dan kelebihan serta kesempurnaan dari makhluk lain. (Q.S. Al-Israa 70, Q.S. Al-An'am 165).
3) Jangan mencari kambing hitam. "Bekerjalah kamu, Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu" (Q.S. Attaubah 105)
4) Menghidupkan hati dengan Alquran sehingga kita memiliki wawasan pengertian bahwa kondisi seburuk apa pun merupakan ketentuan Allah (Q.S. Yunus 99)
5) Menempatkan maut sebagai pengingat. Hadis Qudsi menyebutkan, "Wahai Muhammad, hiduplah menurut sesukamu, tetapi sadarlah bahwa engkau pasti mati. Cintailah apa yang engkau kasihi, namun ingatlah perpisahan pasti akan terjadi. Bekerjalah menurut sesukamu, hasilnya pasti nanti engkau temui."
Penulis, seorang santri di Desa Majasari Kecamatan Cibiuk Kabupaten Garut.
AG: Siapa pula yang nak menyukat akhlak... di dalam masyarakat yang tidak berakhlak?
No comments:
Post a Comment