Materi buku tersebut merupakan karya Samudra sejak ditahan aparat keamanan. Hari-harinya di penjara dihabiskan untuk menulis catatan harian serta pemikiran-pemikirannya yang kini menjadi buku. Karyanya tersebut terbit sejak awal September ini dan kini memasuki tahap cetak untuk diperbanyak. Meski saat ini belum ada di toko, buku setebal 280 halaman berdesain cover mencolok dengan foto diri Samudra yang mengenakan peci dan baju muslim putih itu telah beredar di kalangan terbatas.Cetakan buku yang dieditori Bambang Sukirno dan diterbitkan Jazeera, Solo, tersebut cukup bagus. Buku itu terdiri atas empat bab yang menceritakan sosok Samudra lumayan lengkap. Mulai yang "enteng" hingga yang membuat otak berpikir keras.Misalnya, yang "enteng" adalah soal pribadi Samudra, sisi yang mungkin ingin diketahui banyak orang. Termasuk, soal pertemuannya dengan sang istri, Zakiyah, sampai keputusannya berjihad di Afghanistan pada usia sekitar 20 tahun. Berbagai keunikan sisi hidup Samudra bisa disimak di situ. Sedangkan yang membuat otak berpikir, misalnya, soal paham ke-Islam-an dia.
Bukunya tersebut, menurut Samudra, dibuat secara halal. "Yang cukup penting dan bermakna bagi saya, naskah aslinya ditulis halal, yakni menggunakan tinta dan kertas pemberian Tim Pengacara Muslim (TPM), bukan tinta atau kertas milik polisi atau negara," tulisnya. Sebenarnya, Samudra tak terlalu percaya diri menuliskan sosok dirinya itu. Hal tersebut diketahui dalam penjelasannya di halaman 21. Menurut dia, biografi tersebut adalah biografi setengah hati. "Menulis biografi adalah pekerjaan yang sangat tidak aku suka. Ketika SD, aku paling tidak suka mengisi diary yang biasanya meminta semacam biodata atau kata mutiara dan sejenisnya," jelas pria kelahiran Serang, Banten, berusia 34 tahun, tersebut.Dia melanjutkan, apalagi setelah dewasa dan mulai mengerti makna perjuangan serta pentingnya menjaga rahasia, biografi adalah perkara yang paling dihindarinya. Lalu, mengapa akhirnya menulis juga? "Sebab, Amerika dan sekutunya telanjur mengetahui masa kecil dan sebagian masa laluku. Meski begitu, akan aku hindari hal-hal yang membatalkan pahala di sisi Allah kelak," ungkapnya. Karena itu, menurut terpidana yang dituntut hukuman mati tersebut, bukunya adalah biografi setengah hati.
Dalam buku itu, soal pilihan kata yang digunakan Samudra memang bervariasi. Hal tersebut menunjukkan pemahaman yang baik mengenai suatu hal. Penggunaan kosakata dalam bahasa Inggris juga menjadi pilihan. Misalnya, untuk subbab Mengenal Pribadi Imam Samudra (bab I), dia menggunakan kata childhood (masa anak-anak) dan teenager untuk remaja. Hal lain yang muncul kuat dalam buku tersebut adalah terkait kemampuan Samudra dalam ilmu komputer. Bahasa komputer dipahaminya secara baik. Itu terlihat dalam subjudul Hacking;Kenapa Tidak. Berikut petikan tulisannya dalam halaman 259, Hacker sejati pada umumnya menguasai beberapa bahasa pemrograman seperti Linux, Unix, Perl, Delphi, Pascal, hinggga CGI (Common Gateway Interface). Dia melanjutkan, Ini jamannya iptek, bukan gaptek. Soal chatting? Samudra ternyata juga paham, terutama yang masih terkait belajar untuk menjadi hacker. Terutama di server dalnet di chat room indohacking atau hackerlink," jelasnya. Dia menulis dengan gaya bertutur, reflektif, gaul, dan kadang jenaka.
Samudra menyatakan, buku tersebut merupakan buku yang dibingkiskan buat ayah dan bunda tercinta yang telah sekian lama tak bersua serta mertua yang dihormatinya. "Juga, bidadariku dan sekalian cahaya mataku yang kucintai serta kukasihi," ungkapnya.Sementara itu, saat dihubungi tadi malam, Bambang Sukirno menyatakan bahwa dirinya mengedit naskah milik Samudra itu selama sebulan sejak Agustus silam. "Tak banyak bagian yang diubah, termasuk pilihan kata yang digunakannya," jelasnya. Dia juga menyatakan, buku tersebut baru bisa didapatkan di pasar selambatnya awal Oktober mendatang. (naz)Sumber : www.jawapos.co.id (7 September 2004)
No comments:
Post a Comment