eramuslim - Bom berkekuatan ledak dashyat kembali mengguncang Jakarta, Kamis (9/11) sekitar jam 10.20 siang. Sasarannya kali ini adalah Kantor Kedutaan Besar Australia yang terletak di Jl. HR Rasuna Said, yang pada jam itu masih ramai oleh lalu lalang kendaraan para pekerja yang berkantor di jalan protokol itu. Suara ledakan kabarnya terdengar dalam radius yang cukup jauh, sampai ke kawasan Monas bahkan Pasar Minggu. Sekejap kemudian, Jakarta kembali berduka, akibat korban yang jatuh dalam peristiwa tersebut, yang kebanyakan adalah warga Jakarta yang pagi itu sedang memulai hari dengan aktivitas kantornya.
Negara Kanguru Australia, bisa jadi sama kagetnya dengan warga Jakarta. Karena wilayah 'negaranya' menjadi sasaran bom lagi, setelah ratusan warganya tewas dalam peristiwa bom Bali. Untuk itu, tak tanggung-tanggung, Perdana Menteri Australia mengirim Menteri Luar Negerinya Alexander Downer, staff medis dan tim dari kepolisian federal Australia untuk ikut menyelidiki peristiwa tersebut.
Peristiwa ledakan hari Kamis kemarin, kembali mengusik pertanyaan, mengapa teror bom ini masih terus terjadi dan sampai kapan ancaman bom ini menghantui kita?
Sudah Ada Peringatan Awal
Spekulasi seputar adanya ‘warning’ sebelum ledakan terjadi di Kedubes Australia mewarnai pemberitaan seputar ledakan bom tersebut. Dalam keterangan persnya hari Jumat (10/11), Menlu Australia Alexander Downer mengungkapkan mengungkapkan dugaan bahwa aparat kepolisian Indonesia sebenarnya sudah menerima text yang berisi peringatan beberapa saat sebelum ledakan terjadi. Meskipun, kemudian pernyataan Downer itu dibantah oleh polisi Indonesia.
Dugaan sudah adanya ‘peringatan’ awal akan adanya serangan bom ke Kedubes Australia ini, bisa jadi bukan isapan jempol semata. Dua hari sebelum kejadian, pemerintah AS kembali mengeluarkan travel warning bagi warga negaranya. Adanya travel warning, lagi-lagi menimbulkan dugaan, kemungkinan negara adikuasa ini tahu adanya ancaman tersebut, tapi tidak tahu kapan dan di mana ancaman itu akan terjadi.
Dugaan ini diperkuat dengan keterangan dari sumber Eramuslim yang tidak mau disebut namanya. Menurut sumber itu, pihak Kedutaan Australia sendiri tahu akan adanya ancaman tersebut, karena sebelumnya sudah menerima sejumlah ancaman. Bahkan kata sumber Eramuslim, seminggu sebelum kejadian, para staff di Kedutaan Australia sudah melakukan latihan untuk mengantisipasi kalau ancaman bom itu benar-benar terjadi.
Sehingga bisa dikatakan, pada saat terjadinya ledakan kemarin, secara psikologis mereka sudah siap. Kabarnya, di dalam kantor Kedutaan sudah ada semacam terowongan yang tembus ke jalan Casablanca, sebagai jalan darurat kalau terjadi hal-hal yang bersifat emergency. Gedung Kedutaan sendiri, dibangun khusus oleh kontraktor asal Australia, dan didesain sedemikian rupa supaya tahan ledakan. Tak heran, kalau saat terjadi ledakan gedung Kedutaan Australia masih nampak kokoh, padahal gedung-gedung disebelahnya bagian luarnya, terutama kaca-kaca jendela hancur berantakan.
Kembali soal ke peringatan awal tadi, situs Tempointeraktif (7/2/2004) memuat laporan tentang peringatan dari pihak intelejen kepolisian Diraja Malaysia yang meminta agar kepolisian Indonesia mewaspadai akan adanya teror bom baru di Indonesia. Perancang terornya diduga masih orang yang sama, yang melakukan peledakan Bom Bali dan Bom Marriot yang sampai saat ini masih buron yaitu Dr. Azahari Husen dan Noor Din Mohd. Top.
“Keduanya disinyalir masih memiliki sejumlah target serangan bom di Indonesia, salah satunya adalah Mabes Polri sendiri,� kata Kapolri Jenderal Da’i Bachtiar saat itu.
Dengan adanya informasi itu, kepolisian Indonesia pun mengintensifkan pencarian dua tokoh kunci kasus ledakan bom di Indonesia yang masih buron itu, yaitu Dr.Azahari dan Noor Din Top. Polisi hampir menangkap mereka di Bandung beberapa waktu lalu. Tapi kedua buronan ini ternyata lebih licin, dan berhasil lolos dari kejaran polisi tanpa meninggalkan jejak. Hingga terjadilah ledakan di Kedubes Australia hari Kamis kemarin, dan aparat kepolisian lagi-lagi meyakini bahwa pelakunya adalah kelompok Dr. Azahari.
Keyakinan aparat kepolisian itu berdasarkan pengakuan 6 dari 9 tersangka pelaku bom Marriot yang kini dalam tahanan Mabes Polri. Mereka mengaku telah direkrut dan dibai'at oleh Dr. Azahari dan Noor Din Top untuk melakukan bom bunuh diri. Bahkan ke-6 orang tersangka itu, kabarnya sudah membuat surat ke keluarganya masing-masing yang menyatakan siap melakukan tugas pengeboman. Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Paiman pada sejumlah wartawan, Jumat (10/9) menyatakan, dari pengakuan ini mengindikasikan bahwa Azahari masih melakukan perekrutan untuk tugas-tugas pengeboman.
Sejauh ini, polisi masih mengarahkan dugaan pelaku bom tersebut adalah kelompok Dr. Azahari dan Jamaah Islamiyah. Tapi dugaan itu masih harus dibuktikan lewat penyelidikan. Tugas polisi untuk memecahkan dan menangkap pelaku sebenarnya.
Bom Apakah yang Meledak di Kedutaan Besar Australia?
Sampai saat ini, belum ada kepastian seputar jenis bom yang meledak di depan Kedubes Australia. Namun, Kapuslabfor Mabes Polri Brigjend Polisi Tudon Setia Putra, dalam keterangan persnya di Media Center, Wisma Tugu, Kuningan (10/9) menyatakan, kalau dilihat dari sumber ledakan, ledakan bom yang terjadi di Kedubes Australia kemungkinan besar adalah bom bunuh diri. Pelakunya mengenakan kendaraan Daihatsu Zebra warna hijau. Menurut Setia Putra, bangkai kendaraan tidak tersisa karena sudah menjadi serpihan, dan polisi berhasil menemukan sliding door mobil tersebut.
Ditanya soal material bom, Setia Putra mengatakan, Puslabfor masih menunggu air yang menggenangi lubang bekas ledakan dikeringkan, sehingga bisa dilakukan perhitungan kandungan TNT bom tersebut. Untuk sementara, Polri menyatakan bom di Kedubes Australia mengandung material TNT dan Sulfur.
Ahli Kimia dari ITB Yazid Bindar PhD, di harian Republika (10/9) juga mengungkapkan dugaan serupa. Ia menduga bom dibuat dari Trinitrotoluene (TNT) berdaya ledak tinggi yang dipadukan dengan bom rakitan, sehingga menimbulkan dampak lubang setelah ledakan.
Pemerhati persenjataan yang dihubungi Eramuslim, yang tidak bersedia disebut namanya, juga mengungkapkan hal yang sama, bahwa bom tersebut kemungkinan besar terbuat dari material Sulfur dan TNT. “Bisa jadi ini bom mobil sekaligus bom bunuh diri. Efek ledakan di Kedubes Australia kemarin dan munculnya cendawan asap berwarna putih, bisa terjadi kalau material bom tersebut tercampur dengan bensin yang diisi full yang kemungkinan berasal dari mobil,� kata sumber Eramuslim. Oleh sebab itu, sumber itu meyakini bom yang meledak kemarin berasal dari bom mobil, bukan bom yang dikendalikan dengan pengatur waktu. Apalagi penjagaan di Kedubes Australia cukup ketat, sulit memperkirakan orang bisa lolos meletakkan bom waktu di tempat itu, katanya lagi.
Analisa sumber Eramuslim tersebut diperkuat oleh Ahli Kimia ITB Yazid Bindar yang mengatakan, munculnya cendawan asap setelah ledakan, kemungkinan karena adanya minyak di sekitar ledakan.
Sementara itu, Kepala Kepolisian Federal Australia Mike Keelty menilai ada kesamaan pola antara bom yang meledak di Kedubes Australia dengan bom Bali dan Marriot. Kesamaan pola itu meliputi sasaran yang dicapai dan bahan kimia yang digunakan.
Dalam keterangan persnya, Jumat (10/9), Keelty juga meyakini bom di depan Kedubes Australia berasal dari bom mobil, namun ia meragukan kalau itu adalah serangan bom bunuh diri.
Terlepas dari itu semua, ada sisi yang mungkin bisa diulas kembali dari pernyataan bahwa bom di depan Kedubes Australia hampir sama dengan bom Bali dan Marriot. Apalagi setelah ledakan sempat terlihat cendawan asap.
Sedikit menengok kebelakang saat bom Bali terjadi. Situs Joe Vialls, mengungkap banyak soal ledakan bom Bali. Dalam situsnya, Joe Vialls, yang merupakan investigator independen ini berpendapat, efek yang ditimbulkan oleh bom Bali hanya mungkin ditimbulkan oleh bom nuklir mikro atau dikenal sebagai Special Atomic Demolition Munition (SDAM). Ini terlihat dari adanya cendawan panas, kubangan yang cukup besar, serta lumpuhnya aliran listrik saat ledakan. Bom mikro nuklir ini hanya dimiliki negara-negara besar seperti AS dan Israel. Vialls meyakini bom Bali adalah bom mikro nuklir karena daya ledaknya mencapai jutaan kaki per detik.
Pada akhirnya peristiwa ledakan bom memperlihatkan pada kita semua, hanya menyisakan duka dan korban sia-sia. Sementara para pelakunya mungkin sama sekali tidak merasa berdosa dan masih berkeliaran diluar sana. Mampukah aparat berwenang di negara ini memberikan perlindungan maksimal bagi warganya, agar peristiwa menyedihkan ini tidak terulang kembali? (ln/dari berbagai sumber).
AG: So how? What the OTHER'S story. A bit confusing right?
No comments:
Post a Comment